JUAL BELI DALAM ISLAM

Galeri
  1. Pengertian Jual Beli Menurut Bahasa dan Istilah Syara’
  • Jual Beli Menurut bahasa
    Jual beli (البيع) secara bahasa merupakan masdar dari kata بعت diucapkan يبيع-باء bermakna memiliki dan membeli. Kata aslinya keluar dari kata الباع karena masing-masing dari dua orang yang melakukan akad meneruskannya untuk mengambil dan memberikan sesuatu. Orang yang melakukan penjualan dan pembelian disebut البيعا ن.Jual beli diartikan juga “pertukaran sesuatu dengan sesuatu”. Kata lain dari al-bai’ adalah asy-syira’, al-mubadah dan at-tijarah.
  • Jual Beli Menurut syara’
    Pengertian jual beli (البيع) secara syara’ adalah Jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
  1. Rukun Jual Beli

Menurut jumhur ulama, rukun jual beli itu ada 4 :

  1. Akad (ijab qabul) Ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan qabul dilakukan sebab ijab qabul menunjukkan kerelaan (keridhaan). Ijab qabul boleh dilakukan dengan lisan dan tulisan.Ijab qabul dalam bentuk perkataan dan/atau dalam bentuk perbuatan yaitu saling memberi (penyerahan barang dan penerimaan uang).Menurut fatwa ulama Syafi’iyah, jual beli barang-barang yang kecilpun harus ada ijab qabul tetapi menurut Imam an-Nawawi dan ulama muta’akhirin syafi’iyah berpendirian bahwa boleh jual beli barang-barang yang kecil tidak dengan ijab qabul.Jual beli yang menjadi kebiasaan seperti kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab qabul, ini adalah pendapat jumhur (al-Kahlani, Subul al-Salam, hal. 4).
  2. Orang-orang yang berakad (subjek) – البيعا نAda 2 pihak yaitu bai’ (penjual) dan mustari (pembeli).
  3. Ma’kud ‘alaih (objek)Ma’kud ‘alaih adalah barang-barang yang bermanfaat menurut pandangan syara’.
  4. Ada nilai tukar pengganti barangNilai tukar pengganti barang yaitu dengan sesuatu yang memenuhi 3 syarat yaitu bisa menyimpan nilai (store of value), bisa menilai atau menghargakan suatu barang (unit of account) dan bisa dijadikan alat tukar (medium of exchange).
  1. SYARAT JUAL BELI
  1. Akad (ijab qabul/Sighat)
    • Berhadap-hadapanPembeli dan penjual harus menunjukkan shighat akadnya kepada orang yang sedang bertransaksi dengannya yakni harus sesuai dengan orang yang dituju.Dengan demikian tidak sah berkata, “Saya menjual kepadamu!”. Tidak boleh berkata, “Saya menjual kepada Ahmad”, padahal nama pembeli bukan Ahmad.
    • Ditujukan pada seluruh badan yang akadTidak sah berkata, “Saya menjual barang ini kepada kepala atau tangan kamu”.
    • Qabul diucapkan oleh orang yang dituju dalam ijabOrang yang mengucapkan qabul haruslah orang yang diajak bertransaksi oleh orang yang mengucapkan ijab kecuali jika diwakilkan.
    • Harus menyebutkan barang dan harga
    • Ketika mengucapkan shighat harus disertai niat (maksud)
    • Pengucapan ijab dan qabul harus sempurnaJika seseorang yang sedang bertransaksi itu gila sebelum mengucapkan, jual beli yang dilakukannya batal.
    • Ijab qabul tidak terpisahAntara ijab dan qabul tidak boleh diselingi oleh waktu yang terlalu lama yang menggambarkan adanya penolakan dari salah satu pihak.
    • Antara ijab dan qabul tidak terpisah dengan pernyataan lain
    • Tidak berubah lafazhLafazh ijab tidak boleh berubah seperti perkataan, “Saya jual dengan 5 dirham”, kemudian berkata lagi, “Saya menjualnya dengan 10 dirham”, padahal barang yang dijual masih sama dengan barang yang pertama dan belum ada qabul.
    • Bersesuaian antara ijab dan qabul secara sempurna
    • Tidak dikaitkan dengan sesuatuAkad tidak boleh dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada hubungan dengan akad.
    • Tidak dikaitkan dengan waktu
  2. Orang yang berakad (aqid)
    • Dewasa atau sadarAqid harus balig dan berakal, menyadari dan mampu memelihara din dan hartanya. Dengan demikian, akad anak mumayyiz dianggap tidak sah.
    • Tidak dipaksa atau tanpa hak
    • IslamDianggap tidak sah, orang kafir yang membeli kitab Al-Qur’an atau kitab-kitab yang berkaitan dengan dinul Islam seperti hadits, kitab-kitab fiqih atau membeli budak yang muslim.Allah Swt berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan bagi orang kafir untuk menghina orang mukmin”. (Q.S. An-Nisa’ 4 : 141)
    • Pembeli bukan musuhUmat Islam dilarang menjual barang, khususnya senjata kepada musuh yang akan digunakan untuk memerangi dan menghancurkan kaum muslimin.
  3. Ma’kud ‘alaih (Barang/objek yang diperjualbelikan)
    • Suci,(halal dan thayyib). Tidak sah penjualan benda-benda haram atau bahkan syubhat.
    • Bermanfaat menurut syara’.
    • Tidak ditaklikan, yaitu dikaitkan dengan hal lain, seperti “jika ayahku pergi, kujual motor ini kepadamu”.
    • Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan, “Kujual motor ini kepadamu selama 1 tahun” maka penjualan tersebut tidak sah karena jual beli merupakan salah satu sebab pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi apapun kecuali ketentuan syara’.
    • Dapat diserahkan cepat atau lambat, contoh :
      – Tidaklah sah menjual binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap lagi
      – Barang-barang yang sudah hilang
      – Barang-barang yang sulit diperoleh kembali karena samar, seperti seekor ikan yang jatuh ke kolam sehingga tidak diketahui dengan pasti ikan tersebut.
    • Milik sendiri. Tidaklah sah menjual barang orang lain :
      – Dengan tidak seizin pemiliknya
      – Barang-barang yang baru akan menjadi pemiliknya
    • Diketahui (dilihat).
      Barang yang diperjualbelikan harus dapat diketahui banyaknya, beratnya, takarannya atau ukuran-ukuran lainnya. Maka tidak sah jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak.
  1. Dalil (Dasar Hukum) Jual Beli
  • Dalil Alquran
    وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
    “… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al Baqarah: 275)Al ‘Allamah As Sa’diy mengatakan bahwa di dalam jual beli terdapat manfaat dan urgensi sosial, apabila diharamkan maka akan menimbulkan berbagai kerugian. Berdasarkan hal ini, seluruh transaksi (jual beli) yang dilakukan manusia hukum asalnya adalah halal, kecuali terdapat dalil yang melarang transaksi tersebut. (Taisir Karimir Rahman 1/116).
  • Dalil Hadis
    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, profesi apakah yang paling baik? Maka beliau menjawab, bahwa profesi terbaik yang dikerjakan oleh manusia adalah segala pekerjaan yang dilakukan dengan kedua tangannya dan transaksi jual beli yang dilakukannya tanpa melanggar batasan-batasan syariat. (Hadits shahih dengan banyaknya riwayat, diriwayatkan Al Bazzzar 2/83, Hakim 2/10; dinukil dari Taudhihul Ahkam 4/218-219).Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
    الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
    “Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim: 2970)
  1. Hukum dan Sifat Jual Beli

Ditinjau dari hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama membagi jual beli menjadi 2 macam:

  1. Jual beli yang sah (shahih)
    Jual beli yang shahih adalah jual beli yang memenuhi ketentuan syara’, baik rukun maupun syaratnya.
  2. Jual beli yang tidak sah
    Jual beli yang tidak sah adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak (fasid) atau batal. Dengan kata lain menurut jumhur ulama, rusak dan batal memiliki arti yang sama.

Jual beli yang dilarang dalam Islam

Islam adalah agama yang syamil, yang mencangkup segala permasalahan manusia, tak terkecuali dengan jual beli. Jual beli telah disyariatkan dalam Islam dan hukumnya mubah atau boleh, berdasarkan Al Quran, sunnah, ijma’ dan dalil aqli. Allah SWT membolehkan jual-beli agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya selama hidup di dunia ini.

Namun dalam melakukan jual-beli, tentunya ada ketentuan-ketentuan ataupun syarat-syarat yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. Seperti jual beli yang dilarang yang akan kita bahas ini, karena telah menyelahi aturan dan ketentuan dalam jual beli, dan tentunya merugikan salah satu pihak, maka jual beli tersebut dilarang.Diantara jual beli yang dilarang dalam islam tersebut antara lain:

1. Jual beli yang diharamkan

Tentunya ini sudah jelas sekali, menjual barang yang diharamkan dalam Islam. Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syariah Islam.

Begitu juga jual beli yang melanggar syar’I yaitu dengan cara menipu. Menipu barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi sang penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya.

2. Barang yang tidak ia miliki.

Misalnya, seorang pembeli datang kepadamu untuk mencari barang tertentu.Tapi barang yang dia cari tidak ada padamu. Kemudian ksmu/ente dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum menjadi hak milik ente (kamu) atau si penjual. Kemudian ent pergi membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli.

Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerennya reseller.

Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam Radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm : “Wahai, Rasulullah. Seseorang datang kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi].

Buka keterangan lebih lanjut tentang hukum reseller dalam islam:

3. Jual beli Hashat.

Yang termasuk jual-beli Hashat ini adalah jika seseorang membeli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat. Sebagai contoh:

Seseorang berkata: “ Lemparkanlah bola ini, dan barang yang terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli yang sering kita temui dipasar-pasar ini tidak sah. Karena mengandung ketidakjelasan dan penipuan.

4. Jual beli Mulamasah.

Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang berkata:

“Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan harga sekian”. Atau “Barang yang kamu buka, berarti telah menjadi milikmu dengan harga sekian”.

Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak ada kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon pembeli. Dan didalamnya terdapat unsur pemaksaan.

5. Jual Beli Najasy

Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan.

Dan Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti yang terdapat di dalam hadith:

“Janganlah kamu melakukan praktek najasy, janganlah seseorang menjual di atas penjualan saudaranya, janganlah ia meminang di atas pinangan saudaranya dan janganlah seorang wanita meminta (suaminya) agar menceraikan madunya supaya apa yang ada dalam bejana (madunya) beralih kepadanya,” (HR Bukhari [2140] dan Muslim [1413]).

Tentunya masih banyak sekali contoh-contoh atau model jual beli yang dilarang dalam agama, seperti jual-beli yang menghalangi orang untuk melakukan sholat, khususnya diwaktu jumat setelah adzan kedua sholat jumat, juga menjual barang sebelum diterima, kemudian makelar atau calo yang menjual barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga sekarang. Itu semua merupakan jual-beli yang dilarang dalam Islam.

Semoga kita semua senantiasa terjaga dalam bermuamalah dengan sesama, selalu waspada dan berhati-hati dalam bertindak khususnya dalam berdagang. Mari kita mensuri tauladani Nabi kita Muhammad SAW dalam berdagang, beliau selalu dipercayai dalam setiap ucapan, dan perbuatannya.

 

 

Tinggalkan komentar